Apakah pelanggaran pidana benar-benar terjadi?

Apakah pelanggaran pidana benar-benar terjadi?

Ketua PBHI Julius Ibrani mengatakan hanya ada dua kementerian yang memiliki akses terhadap data kependudukan digital Indonesia: Kementerian Dalam Negeri serta Kementerian Komunikasi dan Informatika.

Maka, katanya, wajar bila muncul dugaan kebocoran data dari dua kementerian tersebut.

Selain itu, Julius mempertanyakan KPU sebagai penyelenggara pemilu yang bertugas memverifikasi data dukungan terhadap pasangan calon kepala daerah independen.

Dody Wijaya, anggota KPU DKI Jakarta, mengatakan data dukungan terhadap pasangan Dharma Pongrekun dan Kun Wardana telah diverifikasi secara administratif dan faktual.

Verifikasi faktual, kata Dody saat kunjungi konferensi pers di Kantor KPU DKI Jakarta pada Sabtu (17/8), dilakukan dengan mendatangi langsung mereka yang tercatat sebagai pendukung pasangan calon independen.

Bila pendukung tidak bisa ditemui langsung, KPU menyerahkan kepada liaison officer dari pasangan calon untuk menghadirkan pendukung di kantor kelurahan atau kantor Panitia Pemungutan Suara (PPS) tingkat kelurahan.

Jika itu juga tak berhasil, verifikasi akan coba dilakukan melalui telepon video.

Namun, setelah melalui seluruh tahapan itu, ternyata tetap ada ratusan orang yang mengadu pada PBHI bahwa datanya dicatut.

“Ini berarti verifikasi faktualnya juga bodong,” kata Julius.

Julius menilai ada setumpuk pelanggaran pidana yang terjadi dalam kasus ini.

Pertama, pelanggaran UU Nomor 27/2022 tentang perlindungan data pribadi, yang melarang seseorang mengumpulkan data pribadi yang bukan miliknya untuk kepentingan pribadi atau orang lain.

Kedua, pelanggaran UU Nomor 19/2016 tentang informasi dan transaksi elektronik, yang menyebut penggunaan data pribadi seseorang harus dilakukan atas persetujuan yang bersangkutan.

Ketiga, pelanggaran UU Nomor 23/2006 tentang administrasi kependudukan, yang melarang mereka yang tak berhak untuk mengakses basis data kependudukan.

Keempat, pelanggaran hak politik dan hak atas identitas seperti diatur dalam UU Nomor 39/1999 tentang hak asasi manusia.

Kelima, pelanggaran terhadap tata cara, prosedur, dan mekanisme pemilu seperti diatur dalam UU Nomor 7/2017 tentang pemilu.

Titi Anggraini, dosen hukum pemilu Universitas Indonesia, menambahkan bahwa manipulasi dukungan bagi calon independen juga merupakan tindak pidana yang diatur dalam UU Nomor 8/2015 dan UU Nomor 10/2016 terkait pemilihan gubernur, bupati, dan walikota.

Saat ini, PBHI sedang menyiapkan seluruh dokumen yang dibutuhkan untuk melaporkan dugaan pelanggaran pemilu oleh KPU dan pasangan calon independen Dharma-Kun kepada Bawaslu.

Setelahnya, PBHI pun berniat melaporkan KPU yang meloloskan Dharma-Kun serta Bawaslu yang terkesan “diam-diam saja” kepada Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP).

PBHI juga bakal melaporkan dugaan pelanggaran pidana yang dilakukan Dharma-Kun dan KPU ke Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri serta dugaan pelanggaran hak asasi manusia ke Komnas HAM.

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

jp789